Karang Taruna Pandeglang Alami Dualisme Kepemimpinan: Antara Pengabdian dan Hasrat Kekuasaan
Pandeglang, Bantensuara.com— Fenomena dualisme organisasi kepemudaan kini tidak hanya melanda Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), namun juga merembet ke tubuh Karang Taruna Kabupaten Pandeglang. Dua kubu kepengurusan kini sama-sama mengklaim memiliki legitimasi sah sebagai pimpinan organisasi sosial kepemudaan terbesar di tingkat kabupaten tersebut.
Panji Anugerah Aktivis Sosial Pandeglang Menyampaikan Kubu pertama lahir melalui Temu Karya Daerah (TKD) yang digelar di Hotel Wira Carita, pada Sabtu, 20 September 2025, yang menghasilkan kepengurusan di bawah komando TB. Bambang Saepullah. Kepengurusan ini bahkan telah mendapatkan pengakuan dari Pengurus Karang Taruna Provinsi Banten, serta mendapat sorotan positif dari beberapa media yang menilai struktur di bawah TB. Bambang sebagai hasil forum yang sah dan sesuai mekanisme.
Namun, di sisi lain, menurut Panji muncul pula kubu kedua yang diketuai oleh Wakil Bupati Pandeglang, Iing Andri Supriadi, yang didaulat menjadi Ketua Karang Taruna Kabupaten Pandeglang periode 2025–2030. Kepengurusan versi Iing terbentuk dalam kegiatan Temu Karya Daerah (TKD) yang diselenggarakan di Cafe Hamparan, Pandeglang, pada Senin, 20 Oktober 2025. Acara ini dihadiri oleh sejumlah perwakilan pengurus Karang Taruna tingkat kecamatan serta para camat se-Kabupaten Pandeglang.
Dualisme ini pun menimbulkan tanda tanya besar di kalangan aktivis dan pemerhati sosial di Pandeglang. Mereka menilai bahwa kondisi tersebut menunjukkan adanya potensi konflik kepentingan dan penurunan semangat pengabdian sosial di tubuh organisasi Karang Taruna Pandeglang.
“Pandeglang sudah tidak baik-baik saja. Antara pengabdian dan potensi konflik kepentingan dalam tubuh Karang Taruna kini mulai tampak jelas. Semua harus dikembalikan pada aturan, kalau sesuai mekanisme, saya yakin tidak akan seperti ini,” ujar Panji. Rabu, 22/10/2025.
Sementara itu, Agus M. Ridwan, alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Pandeglang, juga melontarkan kritik keras terhadap kondisi ini. Menurutnya, Karang Taruna di Pandeglang saat ini terlalu identik dengan kekuasaan dan mulai kehilangan jati dirinya sebagai wadah sosial yang netral dan independen.
“Karang Taruna saat ini hambar, terlalu identik dengan penguasa dan rakus akan kekuasaan. Seharusnya ini menjadi ruang pengabdian, bukan ajang politik praktis,” tegas Agus.
Fenomena dualisme ini dikhawatirkan akan menghambat kinerja sosial dan pemberdayaan masyarakat yang selama ini menjadi peran utama Karang Taruna di tingkat desa dan kecamatan. Masyarakat berharap agar pemerintah daerah dan pengurus provinsi segera mengambil langkah rekonsiliasi dan klarifikasi kelembagaan, agar roda organisasi sosial kepemudaan di Pandeglang dapat kembali berjalan dengan semangat persatuan dan pengabdian. (Zak/Red).

Zek Permana 













